Aku nggak nyangka, sudah selama itu aku tinggal di sini. Aku juga nggak nyangka, ternyata, dalam kurun waktu itu, hidupku sudah banyak berubah..
Aku masih ingat betul bagaimana aku waktu pertama kali datang ke Amerika Serikat. Senengnya nggak ketulungan. Minggu pertama di Washington DC dan Cleveland, rasanya kayak piknik ke luar negeri. Semuanya beda, tapi aku sangat excited. Mulai dari kaget karena semua WC di AS, cuma nyediain toilet paper, tanpa air, buat istinja. Terus, makanan2nya, yang kebanyakan manis2, atau malah terlalu tawar. Cuacanya, yang puanasnya bukan main, karena waktu itu masih summer. Dan orang2nya, yang kalau setiap ketemuan atau papasan selalu ngucapin "Hi/hello, how are you?". Aku jadi ngebayangin kalo ditranslate ke bahasa Indonesia kan jadi "Halo, apa kabar?". Euh,, awkward bangeeet. Coba deh misalnya aku ketemu Aachan pagi2 di sekolah, terus aku sapa, "Mlekom Chan, apa kabar?" Hihihi... "Mlekom Nde, apa kabar?"... "Kalo lo Sen, apa kabar?" Huahaha...
Oiya, aku baru tahu informasi ttg calon host parentsku, setelah aku tiba di Washington DC. Dan aku baru tahu juga, kalo host dad-ku adalah seorang Yahudi, dan host mom-ku Katolik. Pas pertama kali denger ttg itu, hatiku gundah gulana. YAHUDI?? Dad-ku?? no way. Dari dulu, aku paling anti sama Yahudi, karena sudah mendukung Israel ngusir orang2 Palestine. Tapi kenapa Allah menakdirkan aku tinggal serumah dengan seorang Yahudi? Aku bersedia dan sudah siap menerima perbedaan apapun di sini, baik makanan, iklim, bahasa, sampai adat istiadat. Tapi mengapa aku mesti tinggal sama seorang Yahudi?? Hal ini, hmm.. mungkin Allah punya rencana lain di baliknya.. pikirku. who knows? Aku hanya bisa pasrah dan berdoa semoga agama dan kepercayaan bukanlah masalah besar. Tapi tetep aja, aku masih mengkhawatirkan perbedaan yg signifikan itu.
Dan aku masih ingat bagaimana hari2 pertamaku sekolah--bener2 nggak punya temen sama sekali. Waktu itu, rasanya hidup sengsara banget. Yang biasanya kalo ke sekolah banyak nyapa dan disapa temen2, eh pas di sini aku ngerasa nggak dianggep. Yang biasanya ada temen2 yg bisa diajak curhat dan ditelfon kapan pun, eh pas di sini boro2 curhat.. Banyak anak2 di sini yg nggak begitu care sama anak baru.. padahal, aku ngebayangin, kalo ada exchange student yg dateng ke SMANSA, pasti anak2 smansa pada excited dan mau kenalan sama dia deh. Tapi di sini, itu hanyalah angan2 belaka. Kalau nggak ada Rebecca, host sister-ku, yang bantuin aku ngenalin ke temen2nya, mungkin aku harus berjuang lebih keras utk mengenal dan dikenal temen2 di sini. Itulah mengapa aku merasa berhutang budi sama Rebecca.
Biasanya, setiap jam istirahat di SMANSA, aku jajan sama Aachan, Nde, atau Senji. Kadang dengan temen2 yg lain. Trus kita ngumpul di kelas, sambil makan, sambil ngobrol, sambil ketawa-ketiwi. Eh.. pas di sini, minggu pertama, aku selalu makan siang dan ngobrol hanya sama Peter, exchange student dari Jerman. Kadang2 kita nimbrung sama anak2 lain sih. Tapi ujung2nya, obrolan kita ga nyambung, soalnya mereka asik sendiri, sedangkan aku dan Peter nggak tahu apa2.
Di rumah, aku punya 3 host siblings. Selain Rebecca, aku punya adik cowok namanya Leon, dan kakak cowok namanya Bruce. Rebecca duduk di kelas 10, dan satu high school sama aku. Leon masih kelas 7, dan Bruce sudah kuliah--ini tahun pertamanya. Waktu hari2 pertama aku tinggal di sini, semua orang kelihatan bahagia. Aku senang walaupun kedua host parentsku bekerja, tapi komunikasi antar anggota keluarga tetap dianggap penting. Keluargaku juga suka jalan2. Kadang Dad beliin kami tiket per seat $50, hanya untuk beli tiket Indians baseball game. Indians adalah salah satu tim baseball terbaik di AS, dan kebetulan dari Cleveland, tempat kami tinggal, jadi kami sangat mendukung Indians, terutama para kaum Adam di rumah. Kami juga kadang nonton football game di stadion. Kadang Mom ngajak aku, Rebecca, dan Leon untuk nonton ke bioskop. Kadang juga ke tempat ice cream. Dan hampir setiap minggu kami makan ke restoran yang lumayan fancy. Dad juga kadang ngajak kami sekeluarga ke konser musik Yahudi (untuk yang ini, udah beberapa kali aku diajak, tapi hanya sekali aku mau). I guess, deep in his heart, Dad tahu kalo aku agak2 nggak suka orang Yahudi. Makanya, Dad, dan aku, nggak pernah nyebut2 Israel dan Palestine. Karena mungkin kami berpikiran sama. Bisa2 diskusi ttg kasus ini bisa sedikit banyak mengganggu hubungan kami. But anyway, aku tahu kalau keluarga ini adalah keluarga yang bahagia, dan aku sangat bahagia juga punya keluarga yang sangat mendukung. 3 agama Ibrahim yang ada, membuatku kami bangga bisa hidup damai dalam satu atap.
Hanya saja, setelah berminggu2 dan berbulan2 aku tinggal bersama mereka, aku kadang melihat pertengkaran, cek cok karena masalah2 kecil atau besar. Tapi aku sangat bingung, kenapa masalah kecil di sini bisa dianggap besar, dan terlalu diperdebatkan?? Dari sini aku teringat, layaknya aku dan adek2ku yang suka berantem gara2 soal pembagian makanan. Gara2 salah satu adekku makan bagian yg lebih besar misalnya, aku jadi emosi dan bilang kalau dia egois sekali. Dan tentu saja, adekku itu bakal mbales omonganku itu, dengan kalimat2 yang sama pahitnya. Terus..dan terus bertengkarlah kami, sampai salah satu di antara kami memutuskan untuk mengalah. Itu hanya gara2 soal secuil makanan. Begitu juga masalah2 di host familyku. Dari yg kecil, bisa jadi besar. Tangis meluap2..bentakan2..sudah bukan hal baru. Sama halnya seperti keluarga normal yang lain. Aku jadi berkaca, ternyata seperti inilah wajah keluarga yg sedang bermasalah. Merasa masih menjadi pihak objektif, aku bisa ngelihat semuanya dengan jelas, dan aku jadi merasa malu setiap kali aku ingat berbagai problem yg pernah dipermasalahkan di keluarga kandungku. I know it's normal, but... in my opinion, nggak semua masalah yg keliatan besar itu, pantas untuk dipermasalahkan.
Uh, well, c'est la vie..
Anyway, keikutsertaanku di berbagai club akhirnya sangat membantuku untuk nggak sekedar dikenal, tapi juga dianggap keberadaannya oleh temen2. Terutama di marching band, yg anggotanya sekitar hampir 300an siswa/i, dan hasilnya banyak anak marching band yg at least udah tahu namaku. Sebagian dari mereka kini jadi temen hang-outku. Kami biasanya nonton ke bioskop, ke coffee shop, atau main ke rumah temen, ataupun party2 buat Halloween, bowling, dan makan2. Btw, di marching band ini juga, untuk pertama kalinya, aku nyentuh sekaligus main clarinet--alat musik dari kayu jenis apaaa gitu (yg katanya cm ada di afrika) dgn nada dasar B flat = do. Awalnya aku mau masuk ke percussion section, karena walaupun amatiran, aku naluriya adalah seorang drummer. Tapi karena tim percussion udah kepenuhan orang (saking favoritnya), makanya aku dapet di non-percussion. Dan kenapa milih clarinet? Hmmh... sebenernya aku juga nggak niat belajar clarinet. Aku maunya saxophone, karena aku suka sama Dave Koz & Kenny G. Tapi karena Dad punya cadangan clarinet di rumah, yg ngga kepake, aku jadi bisa pake clarinet itu, dan ngga mesti beli ataupun nyewa alat musik lain. Dad pun sangat baik. Beliau rela mbayar $25 per 1/2 jam pertemuan utk guru clarinet privat buatku. Aku pun jadi bersemangat untuk terus belajar clarinet karenanya. Aku ngggak mau menyia2kan kebaikan Dad. Dan kini, setelah musim marching band selesai, aku masih melanjutkan kiprahku di dunia musik di Symphonic Band. Salah satu alasannya, karena aku mau membahagiakan Dadku =)
Selain Band, aku juga senang ikut klub-klub lainnya. Seperti debate club, Youth Ending Hunger, dan yg terakhir.. SGORR (Students Groups on Race Relations). Klub ini sangat terkenal di sekolah, dan mengkampanyekan anti-rasisme. Semua anggotanya harus melewati tahap2 seleksi dulu, karena setelah menjadi anggota, mereka harus belajar ttg anti rasisme, dan menyampaikannya ke siswa/i di elementary schools. Aku masih inget kenapa tiba2 aku memutuskan utk masuk SGORR. Kalau bukan karena Ben, tmn sekelasku di US History, yg nyaranin aku utk masuk SGORR karena aku muslim (minoritas), dan satu2nya yg berjilbab di sekolah, mungkin aku nggak akan pernah jd anggota SGORR. Aku patut berterima kasih sama dia, karena setelah masuk SGORR, menjadi BEDA, bukanlah beban lagi buatku. Dulu, aku masih agak2 ragu jika temen2 nggak mau menerimaku karena aku adalah muslim, yg banyak org menginterpretasikan aku sbg muslim konservatif dan strict (dari penampilanku yg berjilbab). Aku masih nggak merasa nyaman dengan prejudice dan stereotype yg menempel pada Islam, dan pada diriku. Tapi, setelah banyak bergaul dengan anak2 SGORR, aku jadi ngerasa ngga perlu takut lagi sama stereotype. Malah aku yg harus meluruskan stereotype itu, dan ikut memberi pemahaman yg benar kpd orang2. Di SGORR, banyak juga black people, yg memperjuangkan stigma yg ada pada mereka. As we know, org2 black di AS banyak dicibir soalnya banyak criminals yg black, atau karena masalah sejarah black people yg dulunya budak2 di sini. Dari SGORR, aku belajar makna kepercayaan, dan dukungan. Aku belajar utk tidak buta dgn stereotype, prejudice, apalagi mendiskriminasi orang2. Dari SGORR, aku belajar untuk lebih percaya diri.
Setelah 3 bulan, 3 minggu, 3 hari aku bersekolah, alhamdulillah aku mendapat lumayan banyak teman. Teman di sini bisa berarti teman dekat, yg udah bisa peluk2an sama mereka (kecuali sama cowok loh..), teman hang-out/parties, teman sekelas yg biasa ngomongin pelajaran sama mereka, teman2 sesama exchange students, dan teman2 yg deketnya kalo cuma di internet/chatting aja. Hehehe. Oiya, sekarang aku sudah punya temen2 tetap loh.. untuk makan siang. Instead of having meals with Peter, sekarang aku makan siang selalu sama Jonathan, another exchange student dari Colombia. Bersama kami, ada sekitar 10 temen2 yg lain. Ariel, Daniel, Emma, Cathy, Andrea, Rebecca (bukan host sisterku), Marita, Alex, Blythe, sama satu lagi cewek yg oops... i keep forgetting her name. Hehehe. So acara makan siangku pun jadi fun. Apalagi kita udah kompak dan akrab banget. Temen2ku itu pada tertarik sama exchange students kayak aku dan Jonathan. Oia, psssst psssst.. mau tahu makan siangku apa aja? Hmm.. biasanya aku bawa cheese sandwich or with peanut butter.. dengan buah apel atau pisang, kadang tambah oreo atau kue lainnya, permen coklat, dan yg terakhir yogurt. Hampir setiap hari aku juga beli snack Lays. Aku nggak pernah beli makanan berat di kafetaria, karena mahal tapi porsinya kecil sekali dan nggak bergizi. Selain itu, antriannya panjang & lama banget. Sedangkan Peter selalu beli makanan di sana walaupun dia udah bawa makanan sendiri, karena masih laper, katanya. That's why I never eat lunch with him anymore.
Sampai saat ini, aku masih merasa belum banyak mengenal teman2 di sekolah. Aku pengen banget mengenal mereka, dan mulai menyapa mereka setiap papasan di hallway. Aku pengen banget bisa tersenyum dan dibalas senyuman oleh mereka. Karena ternyata anak2 di sini, kalo disenyumin, biasanya nggak bakal bales senyumanku karena belum kenal. Hufff.. nyebelin kan. That's why, I dont smile here as often as what i do in SMANSA. Yg ngikutin kata Aa Gym: Senyum Sapa Salam Sopan Santun. Tapi sekalinya anak2 di sini udah kenal, semingguuu aja, aku udah bisa peluk2an sama mereka. Dan sampai saat ini, ternyata banyak anak2 sini yg mengira aku adalah freshmen (kelas 9, kelas termuda di high school) karena posturku mungil, kayak anak2 kelas 9 lainnya. dan juga wajahku, yg kalo dibandingin sama wajah2 bule, tergolong masih muda. For real! hehehe... gara2 itu juga, mungkin, aku nggak terlalu dianggap tua. Jadi sebagian orang, yg "mean"... jadi kayak ng-underestimate aku gitu pertama kalinya, pas belum kenalan. Nyebelin juga kan. Tapi ya sudahlah, toh aku sudah mencoba bersikap baik lebih dulu sama mereka.
Jadi itulah suka dukanya nyari temen di dunia dengan kebudayaan yg baru dan beda.
Sedangkan dengan keluarga, segalanya lebih mudah. Keluargaku di sini adalah tempat curhat kalo aku ada masalah di sekolah dan dengan teman-teman. Kami selalu makan malam bersama setelah Dad dan Mom pulang kerja. Kecuali kalau aku berpuasa, mereka akan nunggu sampe matahari terbenam, baru deh kami makan. Isnt that nice?? =) Setiap makan malam, kami selalu ngobrol ttg hari itu. Tapi biasanya anak2 lah yg cerita paling banyak. Orang tua banyak mendengarkan. Aku kadang cerita tentang ulangan/tes, atau pe er yg buanyak, atau kejadian lainnya yg berkesan hari itu. Oia, keluarga kami adalah vegetarian. Mom & Dad dont believe in killing animals for foods. Dad said that killing is no good at all. Jadi utk makan malam, Mom biasanya masak Lasagna, Burrito, Red Beans with rice, Noodles/spaghetti, chicken patty (ayam2an doang, terbuat dr sayuran hohoho..), atau burger, trus jagung, brokoli, dan macam2 sayuran lainnya. Rebecca juga suka bikin kue. Jadi kadang aku turut mbantu2. Dari situ, aku banyak ngobrol sama Rebecca. Terlebih karena setiap hari kami berangkat sekolah bareng2 juga. Jadi waktu ngobrol kami lumayan banyak. Anyway, Rebecca adalah siswi yg sangat rajin dan pinter, sering dapet A, dan dia ambil 3 Advanced Placement Classes, out of 7 classes. Jadi dia juga secara ngga langsung nyemangatin aku belajar. Karena pada dasarnya aku di sini ngga terlalu fokus akademik karena pengen nikmatin exchange year, hehehe. Hubunganku dengan adek Leon pun akrab. He likes to hug me a lot. He's so helpful, walau kadang aku harus berjuang nenangin dia setiap kali tempernya lg ga oke. Kalo Bruce, well, i dont see him so much because he's in the college now. Dan hubunganku dengan Mom and Dad, hmmmm...... so far so good. I've been to her church, and i went to his synagogue also. It's so fun though, walaupun aneh banget gadis berjilbab ucluk2 dateng ke gereja atau sinagog, tapi.. ah.. aku enjoy kok. Seneng aja bisa ngeliat dunia yg penuh keberagaman.
So itu adalah evaluasiku sejauh ini. alhamdulillahirrabil alamin.
3 bulan, 3 minggu, 3 hari...
semoga diberkahi. amin.
Read More...