Types of Debaters
Saturday, June 16, 2007
Life’s excellent,
Kalo kita memperjuangkannya dengan sungguh-sungguh.
Hmm….
Thank God, akhirnya aku yg setim debate brg Sarah n Brame, dpt juga yg di UP. U kno, this is likely a grudge for me since I failed it last year in the preliminary round..(padahal udah bareng sama Kak Yogi n Kak Lulu tuh..tp msh kalah juga…hiks…), but once again, thank God, tim smansa berhasil memperjuangkan kesempatan kali ini dengan sungguh2…
Tapi entah kenapa, di lomba kali ini, aku ngerasa lebih… mmm .. apa ya.. lebih.. mak nyus! Yap, that’s it. Mungkin karena ini kali pertama aku debat sama Sarah and Bram kali yaa? Maksudku, biasanya kan kalo sama Oline n Mita, aku tuh ngerasa pede untuk menang sejak awal pertandingan, secara Mita and Oline are really tough debaters.. Tapi kalo sama mereka, aku nggak ngerasa pewe aja kalo ngobrol… apalagi pas casebuild… nyambung sih nyambung.. tapi nggak mak nyus deh! Malah saling adu argument sendiri… Bedanya… kalo sama Bram and Sarah… kita semua kompak abis… ga ada kesenjangan (secara kita kemampuannya rata)… semua punya hak untuk didengar… semua punya cara berpikir yg hampir sama deh… enak makanya… jadi pas casebuild nggak saling berdebat sendiri dalam satu team… tapi kalo punya ide, jadinya saling sahut menyahut nambahin seasik pantun… halah.
Overall, aku bersyukur bisa kecemplung di dunia perdebatan. particularly, hi school English debating.. banyak bgt manfaatnya... seriously! Dan setelah sekian kali aku ikut debate, menganalisa, mengamati, dan menghayati substansi2 yg ada di debate competitions… I have found something….
Kalo sebenernya, ada dua tipe debaters…
Debater tipe pertama, itu adalah tipe-tipe org yg ikut lomba debat sekedar untuk have fun, untuk mengejar kemenangan, untuk mbagus2in CV-nya, untuk dapet penghasilan dari hadiahnya, atau sekedar adu banyak2an factual data yg bisa mereka dpt dari media ttg suatu issue. Tipe inilah yang paling banyak aku temui di banyak lomba. Ciri2 debater tipe ini yaitu pas lagi debat, biasanya mereka terlalu mengagungkan argumen2nya dan terlalu merendahkan lawan. Sebagian dari mereka malah mudah men-slander or insult the opponents. Padahal, nggak diiringi dengan enough elaboration ttg di mana kesalahan lawan, dan mengapa mereka lebih bener daripada lawan. Intinya, bisanya nyalah2in doang. Sebagian omongannya (sorry) nyolot abis, bahkan mereka yang kelewatan, cenderung memutarbalikkan fakta, atau bisa aja malah nyiptain fakta bo’ong2an, demi bisa menyupport argument mereka yg bukan rahasia publik lagi, alias argument “itu-itu mulu” yang semua orang juga tahu, alias… dangkal.
Kalo kita memperjuangkannya dengan sungguh-sungguh.
Hmm….
Thank God, akhirnya aku yg setim debate brg Sarah n Brame, dpt juga yg di UP. U kno, this is likely a grudge for me since I failed it last year in the preliminary round..(padahal udah bareng sama Kak Yogi n Kak Lulu tuh..tp msh kalah juga…hiks…), but once again, thank God, tim smansa berhasil memperjuangkan kesempatan kali ini dengan sungguh2…
Tapi entah kenapa, di lomba kali ini, aku ngerasa lebih… mmm .. apa ya.. lebih.. mak nyus! Yap, that’s it. Mungkin karena ini kali pertama aku debat sama Sarah and Bram kali yaa? Maksudku, biasanya kan kalo sama Oline n Mita, aku tuh ngerasa pede untuk menang sejak awal pertandingan, secara Mita and Oline are really tough debaters.. Tapi kalo sama mereka, aku nggak ngerasa pewe aja kalo ngobrol… apalagi pas casebuild… nyambung sih nyambung.. tapi nggak mak nyus deh! Malah saling adu argument sendiri… Bedanya… kalo sama Bram and Sarah… kita semua kompak abis… ga ada kesenjangan (secara kita kemampuannya rata)… semua punya hak untuk didengar… semua punya cara berpikir yg hampir sama deh… enak makanya… jadi pas casebuild nggak saling berdebat sendiri dalam satu team… tapi kalo punya ide, jadinya saling sahut menyahut nambahin seasik pantun… halah.
Overall, aku bersyukur bisa kecemplung di dunia perdebatan. particularly, hi school English debating.. banyak bgt manfaatnya... seriously! Dan setelah sekian kali aku ikut debate, menganalisa, mengamati, dan menghayati substansi2 yg ada di debate competitions… I have found something….
Kalo sebenernya, ada dua tipe debaters…
Debater tipe pertama, itu adalah tipe-tipe org yg ikut lomba debat sekedar untuk have fun, untuk mengejar kemenangan, untuk mbagus2in CV-nya, untuk dapet penghasilan dari hadiahnya, atau sekedar adu banyak2an factual data yg bisa mereka dpt dari media ttg suatu issue. Tipe inilah yang paling banyak aku temui di banyak lomba. Ciri2 debater tipe ini yaitu pas lagi debat, biasanya mereka terlalu mengagungkan argumen2nya dan terlalu merendahkan lawan. Sebagian dari mereka malah mudah men-slander or insult the opponents. Padahal, nggak diiringi dengan enough elaboration ttg di mana kesalahan lawan, dan mengapa mereka lebih bener daripada lawan. Intinya, bisanya nyalah2in doang. Sebagian omongannya (sorry) nyolot abis, bahkan mereka yang kelewatan, cenderung memutarbalikkan fakta, atau bisa aja malah nyiptain fakta bo’ong2an, demi bisa menyupport argument mereka yg bukan rahasia publik lagi, alias argument “itu-itu mulu” yang semua orang juga tahu, alias… dangkal.
Debater tipe kedua, itu adalah tipe2 orang yg ikut lomba debat, untuk benar2 menjadi good speaker yg bisa meyakinkan orang dengan logical arguments dan attitude mereka. Mereka biasanya nggak hanya menggunakan factual data sebagai satu2nya senjata untuk men support argument mereka, atau, mereka bahkan menomorduakannya. Bagi mereka, data nggak terlalu penting, as long as mereka ngerti bener philosophical background dari suatu issue. Orang2 tipe ini jarang terdengar menghina atau terlalu sibuk mencari2 kesalahan dari tim lawan, dan nggak terlalu repot mengurusi/ me rebutt hal-hal kecil yg ga penting/ ga relevan dgn motion dari lawan. Ciri2 org tipe ini, pas mereka casebuild, mereka ngga terlalu banyak bawa matter. Karena biasanya mereka udah baca sebelumnya. Paling2 Cuma bawa note kecil untuk nyatet kalo ada tanggal penting or nama penting lainnya which will be involved in the debate. Trus, pas debate sama mereka, nggak akan deh kita nyasar. Soalnya mereka udah punya mind map and signpost gitu yang bakal ngarahin tuh debate mncapai tujuan. Argumen debater tipe ini, biasanya juga lebih dalem daripada arguments in the same issue pada umumnya, karena mereka bener2 mikirin secara filosofis sampe ke akar2nya, whether or not we should support sumthing..

The question is…. Where were we now? Are we the first or second type of debaters?
Um… kalo aku sendiri sih… hehe..to be honest… in approx. all of the debate competitions I participate in… I really am the 1st type. Hahaha… well, harap maklum aja yah. Cos we’re talking about hi school debating which sucks! (ooops…hihi…).. U know, most of hi school debaters are kinds of that type. Seriously. That’s the truth. Trust me. They really are, except some minor groups.. which are hi schoolers also actually, but the difference is…they got some kinds of lecture/training from the older and more experienced debaters.. such as those who are in already in varsities. Varsity debaters who started their career since hi school or younger, must be good speakers, kalo mereka bener2 belajar dari masa lalu. Most of them, or .. we can say… what they’re supposed to be.. is the second type. Secara anak kuliah, mulai dari pikirannya, analisa kasusnya, ways to solve problems nya, and decision making nya harus lebih mantap dari anak sekolahan. And cos of that beliefs, usually, those who are more experienced in debating, will be asked to coach the hi schoolers..
But the thing is, there are also two types of debate coach…
And since the types are contrary, we cannot guarantee that all varsity debaters who become the coaches, will bring a significant change n progress among the hi schoolers…
Cos why?
Cos, tipe pertama pelatih debat, adalah tipe2 coach yg mmm.. umumnya mereka tau banyak. Banyak banget malah, tentang issue yg bakal didebatin sama hi schoolers. Saking tahunya, mereka share deh tu argumen2 mereka ke hi schoolers. They probably say, “Hey guys, if you get the affirmative, then you have to say bla bla bla.. If you get the negative, then you have to say bla bla bla… If you oppose a policy, and you need some solution, then you have the give the solution which is bla bla bla or bla bla bla.” Tipe2 pendikte lah.
And the second type is, those who knows many things about the issue that will be debated, but they’re just keeping the hi schoolers to think and to find the arguments themselves. I mean, mereka lebih sering bertanya pada hi schoolers, rather than explaining. Hal pertama yang mereka lakukan setelah ngeliat motion yg bakal di discuss is… asking, “Guys, what do you know about the issue?” or “Do you know anything about the issue? Tell me,” Then, they’ll ask, “Just think. What is something wrong or good about this policy? What is the clash? What are we trying to debate with this motion? Why are some people in favour with it, and why are the rest not?” Itu lah mereka. They will lead the hi schoolers to make such a brainstorming. They’re trine build a critical mind within the hi schoolers. Ngga Cuma sekedar bagi2 ilmu aja, atau dlm kata lain, nyuapin. Mereka mungkin ngasih juga sih, tapi sedikit. Sisanya, harus dipikir sendiri ma hi schoolers, sambil diarahin terus ma mereka agar pikirannya be mapped n ga nyasar/ngalor ngidul. Dan tipe2 coach inilah, yang slowly, but surely, bakal mencerdaskan murid2nya. (Amin).
That’s why, first type of hi school debater, seharusnya dapet coach yang tipe kedua. Supaya, pikiran mereka berkembang dan maju. Dan mereka akan menyadari, kalo debat ga Cuma sekedar ngejar menang aja, tapi debat adalah pembentuk karakter n pikiran mereka, agar selalu kritis menganalisa dan menghadapi hitam putihnya suatu permasalahan. Jangan mudah membebek pikiran orang-orang, kalo kita sendiri belom memikirkannya dengan kepala dingin. Jangan mudah mengkritik suatu kebijakan dan menyalah2kannya, kalo kita nggak punya solusi yang lebih baik dari policy itu. Dan Jangan mudah menelan suatu opini, kalo ga ditelusuri dulu kebenarannya. Kayak yang udah difirmankan Allah dalam Al Qur’an, kalo dikasih berita dari orang fasik, nggak seharusnya kita langsung percaya, tapi harus cek and ricek dulu lah..
Dan alhamdulillah, english club smansa punya coach yang tipe kedua… thanks dan salut buat coach tercinta… Kak Taufik… (masa depan anak ec insya Allah bagus kalo kita tetep pertahanin status quo, hehe…) cos after three times working with him, smansa’s teams are growing better in terms of thinking philosophically and creating better solutions.. that’s why we deserve better in competitions… hehe…
To be a good debater, or excellent debater, barely needs a very long period of time. But it shouldn’t be our burden, cos this really is the consequence if we wanna be great.
Cos life would be excellent, if we seriously strive for the best…

The question is…. Where were we now? Are we the first or second type of debaters?
Um… kalo aku sendiri sih… hehe..to be honest… in approx. all of the debate competitions I participate in… I really am the 1st type. Hahaha… well, harap maklum aja yah. Cos we’re talking about hi school debating which sucks! (ooops…hihi…).. U know, most of hi school debaters are kinds of that type. Seriously. That’s the truth. Trust me. They really are, except some minor groups.. which are hi schoolers also actually, but the difference is…they got some kinds of lecture/training from the older and more experienced debaters.. such as those who are in already in varsities. Varsity debaters who started their career since hi school or younger, must be good speakers, kalo mereka bener2 belajar dari masa lalu. Most of them, or .. we can say… what they’re supposed to be.. is the second type. Secara anak kuliah, mulai dari pikirannya, analisa kasusnya, ways to solve problems nya, and decision making nya harus lebih mantap dari anak sekolahan. And cos of that beliefs, usually, those who are more experienced in debating, will be asked to coach the hi schoolers..
But the thing is, there are also two types of debate coach…
And since the types are contrary, we cannot guarantee that all varsity debaters who become the coaches, will bring a significant change n progress among the hi schoolers…
Cos why?
Cos, tipe pertama pelatih debat, adalah tipe2 coach yg mmm.. umumnya mereka tau banyak. Banyak banget malah, tentang issue yg bakal didebatin sama hi schoolers. Saking tahunya, mereka share deh tu argumen2 mereka ke hi schoolers. They probably say, “Hey guys, if you get the affirmative, then you have to say bla bla bla.. If you get the negative, then you have to say bla bla bla… If you oppose a policy, and you need some solution, then you have the give the solution which is bla bla bla or bla bla bla.” Tipe2 pendikte lah.
And the second type is, those who knows many things about the issue that will be debated, but they’re just keeping the hi schoolers to think and to find the arguments themselves. I mean, mereka lebih sering bertanya pada hi schoolers, rather than explaining. Hal pertama yang mereka lakukan setelah ngeliat motion yg bakal di discuss is… asking, “Guys, what do you know about the issue?” or “Do you know anything about the issue? Tell me,” Then, they’ll ask, “Just think. What is something wrong or good about this policy? What is the clash? What are we trying to debate with this motion? Why are some people in favour with it, and why are the rest not?” Itu lah mereka. They will lead the hi schoolers to make such a brainstorming. They’re trine build a critical mind within the hi schoolers. Ngga Cuma sekedar bagi2 ilmu aja, atau dlm kata lain, nyuapin. Mereka mungkin ngasih juga sih, tapi sedikit. Sisanya, harus dipikir sendiri ma hi schoolers, sambil diarahin terus ma mereka agar pikirannya be mapped n ga nyasar/ngalor ngidul. Dan tipe2 coach inilah, yang slowly, but surely, bakal mencerdaskan murid2nya. (Amin).
That’s why, first type of hi school debater, seharusnya dapet coach yang tipe kedua. Supaya, pikiran mereka berkembang dan maju. Dan mereka akan menyadari, kalo debat ga Cuma sekedar ngejar menang aja, tapi debat adalah pembentuk karakter n pikiran mereka, agar selalu kritis menganalisa dan menghadapi hitam putihnya suatu permasalahan. Jangan mudah membebek pikiran orang-orang, kalo kita sendiri belom memikirkannya dengan kepala dingin. Jangan mudah mengkritik suatu kebijakan dan menyalah2kannya, kalo kita nggak punya solusi yang lebih baik dari policy itu. Dan Jangan mudah menelan suatu opini, kalo ga ditelusuri dulu kebenarannya. Kayak yang udah difirmankan Allah dalam Al Qur’an, kalo dikasih berita dari orang fasik, nggak seharusnya kita langsung percaya, tapi harus cek and ricek dulu lah..
Dan alhamdulillah, english club smansa punya coach yang tipe kedua… thanks dan salut buat coach tercinta… Kak Taufik… (masa depan anak ec insya Allah bagus kalo kita tetep pertahanin status quo, hehe…) cos after three times working with him, smansa’s teams are growing better in terms of thinking philosophically and creating better solutions.. that’s why we deserve better in competitions… hehe…
To be a good debater, or excellent debater, barely needs a very long period of time. But it shouldn’t be our burden, cos this really is the consequence if we wanna be great.
Cos life would be excellent, if we seriously strive for the best…
June 17, 2007 6:56 AM
wah......debate teh riweuh euy! bukannya debaters kebagi jadi tiga?? first speaker, second, and thirs??? :p